Rabu, 06 April 2011

PT Berlaku Nasional, Kiprah Partai Kecil Berakhir

JAKARTA - Ketentuan mengenai perolehan suara nasional sebagai acuan dasar untuk menentukan kursi DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dipandang berpotensi untuk mengakhiri kiprah seluruh parpol kecil pasca-Pemilu 2014. Sebab, begitu sebuah parpol tidak mampu mencapai ambang batas parlemen (parliamentary threshold) secara nasional, maka tidak berhak untuk duduk di seluruh tingkatan parlemen, baik di pusat maupun daerah.

Direktur Eksekutif Center for Electoral Reform (Cetro) Hadar N Gumay mengatakan, konsep pengaturan ambang batas parlemen dalam draf revisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif, perlu dikaji ulang. “Logika itu kan tidak betul. Dengan model seperti itu akan menjadikan parpol yang kekuatannya lumayan di daerah tapi tidak punya cukup kekuatan di nasional, menjadi hilang suaranya,” ujar Hadar di Jakarta, Selasa (5/4).

Sebagaimana diketahui, draf RUU Pemilu yang telah diselesaikan Badan Legislasi (Baleg) DPR tidak hanya mengubah besaran angka, tetapi juga konsep ambang batas yang akan diterapkan secara nasional. Apabila UU 10/2008 hanya menyebutkan parpol harus melampaui 2,5 persen suara sah nasional untuk memperebutkan kursi DPR, dalam draf RUU Pemilu, ambang batas dinaikkan menjadi 3 persen dan berlaku untuk menentukan kursi DPR hingga DPRD kabupaten/kota.

Secara lengkap, ketentuan mengenai ambang batas tercantum dalam Pasal 202 ayat (1) draf RUU Pemilu. Pada pasal itu, menyebutkan partai politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 3 persen dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

Berdasarkan hasil pemilu 2009 lalu, kata dia, banyak parpol kecil yang tidak mencapai ambang batas nasional, tetapi masih mendapatkan kursi di DPRD provinsi ataupun DPRD kabupetan/kota. Apabila konsep pengaturan ambang batas tidak diubah, maka kiprah politik parpol kecil diperkirakan bakal berakhir di 2014.

Ketua F-PKB DPR Marwan Jafar mengatakan, fraksinya mendukung PT sebesar 3 persen. Ia mengatakan hanya 3 partai besar yang menginginkan PT di atas 4 persen yaitu PD, PDIP, dan PG. PD menginginkan 4 persen, PG dan PDIP 5 persen. “Kami harap di setgab akan diputuskan PT sebesar 3 persen. Kami yakin karena itu sesuai dengan keinginan sebagian besar anggota setgab,” ujar Marwan.

Untuk memutuskan hal itu, menurutnya, anggota koalisi akan memutuskan di tingkat setgab sehingga keputusan yang keluar dari setgab akan menjadi keputusan bersama anggota koalisi. Sedangkan mengenai pelaksanaan PT secara nasional, F-PKB mendukung. ”Kalau mau diterapkan secara nasional maka kami akan dukung,” tandasnya.

Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Saan Mustopa mengatakan, model pengaturan parliamentary threshold seperti demikian merupakan salah satu ikhtiar untuk memperbaiki sistem. Sebab, kata dia, salah satu problem yang muncul dengan sistem lama adalah munculnya parpol di daerah yang tidak memiliki wakil di DPR. “Ini menjadi problem tersendiri dalam sebuah sistem secara keseluruhan,” tandasnya.

Karena, kata dia, hal demikian akan menyulitkan distribusi aspirasi atau kebijakan tingkat daerah ke pusat. Tentunya, lanjut Saan, persoalan-persoalan seperti itu tidak ingin kembali terulang pada pemerintahan berikutnya. Selain itu, aspirasi daerah akan tetap terjaga, bahkan lebih terjamin dengan adanya anggota DPRD yang memiliki koneksi di tingkat pusat. (AO/OL-8) [Sumber: MICOM]
Share:
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) didirikan di Jakarta
pada tanggal 23 Juli 1998 (29 Rabiul Awal 1419 Hijriyah) dideklarasikan oleh para kiai-kiai Nahdlatul Ulama
KH. Munasir Ali, KH. Ilyas Ruchiyat, KH. Abdurrahman Wahid, KH. A. Mustofa Bisri dan KH. A. Muhith Muzadi

0 komentar:

Posting Komentar