Rabu, 06 April 2011

KPU dari Parpol Langgar UUD 45

JAKARTA - Partai Demokrat menyatakan gagasan masuknya unsur partai politik dalam lembaga penyelenggara pemilu sudah bertentangan dengan UUD 1945.

Sekretaris Fraksi Partai Demokrat DPR Saan Mustopa mengatakan, gagasan itu bertentangan dengan Bab VII B, Pasal 22E ayat (5) yang menyebutkan bahwa penyelenggaraan pemilu diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bersifat nasional, tetap,dan mandiri. “Itu merupakan salah satu alasan fundamental mengapa Fraksi Partai Demokrat menolak gagasan yang dituangkan di dalam draf revisi UU No /2007 tentang Penyelenggara Pemilu,” katanya di dalam acara launching buku Memperkuat Kemandirian Penyelenggaraan Pemilu yang diselenggarakan Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN) di Jakarta kemarin.

Menurut Saan, jika unsur parpol masuk dalam keanggotaan KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu),jelas bertentangan dengan konstitusi sehingga tingkat legitimasinya lemah dan akan terus dipersoalkan di kemudian hari. Menurut dia, tidak hanya keberadaan unsur itu yang dipersoalkan,tapi seluruh produk keputusan penyelenggara pemilu juga akan dianggap tidak sah karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Karena itu, dia tetap bersikukuh KPU dan Bawaslu diisi oleh orang-orang yang memiliki rekam jejak nonpartisan sehingga segala keputusannya tidak berpihak, sah, dan dipercaya untuk menjamin pelaksanaan pemilu yang adil.

“Masuknya unsur parpol dalam penyelenggaraan pemilu akan mendorong konflik kepentingan dalam setiap pengambilan keputusan di KPU karena masing-masing komisioner mewakili kepentingan dan aspirasi masing-masing parpol,” tutur mantan aktivis HMI ini. Wasekjen DPP Partai Demokrat ini menambahkan,seharusnya dalam proses penyusunan revisi UU No 22/2007 tentang Penyelenggara Pemilu, anggota Dewan di Komisi II DPR bisa belajar dari sejarah Pemilu 1999. Sebagian besar anggota KPU berasal dari parpol. Dia menceritakan,pada Pemilu 1999 ada 27 anggota KPU yang berasal dari parpol yang menolak menandatangani berita acara dan sertifikasi tabulasi hasil perhitungan secara nasional.

Hal inilah yang akhirnya mendesak Presiden BJ Habibie waktu itu mengeluarkan Keppres No 92/1999 untuk menetapkan hasil Pemilu 1999. Saan mengutarakan,Fraksi Partai Demokrat akan terus melakukan lobi-lobi kepada fraksi-fraksi yang lain agar bisa mengevaluasi kembali gagasan ini. Bisa saja Partai Demokrat secara subjektif merasa diuntungkan, terutama di daerah. Ada dua fraksi di DPR yang menolak gagasan keanggotaan KPU dari unsur parpol pada revisi UU No 22/2007.Dua fraksi itu yakni Fraksi Partai Demokrat dan PAN.

Sedangkan tujuh fraksi lain yakni Fraksi Partai Golkar, PDIP,PKS,PPP,PKB,Gerindra, dan Hanura mendukung gagasan masuknya unsur parpol dalam keanggotaan KPU dan Bawaslu. Sementara itu,Direktur Eksekutif Centre for Electoral Reform (Cetro) Hadar Nafis Gumay mengkhawatirkan masuknya unsur parpol pada keanggotaan KPU dan Bawaslu ini akan membuat Pemilu 2014 tidak netral. “Masuknya anggota parpol ke lembaga penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu itu akan cenderung menguntungkan partai yang mengusungnya. Makanya, dari gagasan ini sebenarnya tampak ada perhitungan politik di DPR,”imbuh dia. Dia menyampaikan, mana mungkin pemain bisa sekaligus bisa menjadi wasit.

Maka itu, pihaknya berharap ini bisa diperjuangkan habis-habisan oleh fraksi-fraksi yang memang menolak gagasan ini. Di dalam draf RUU Pemilu disebutkan, tahapan pemilu dimulai sejak 30 bulan sebelumnya dan itu berarti Oktober 2011. Karena itu,KPU harus sudah terbentuk sebelum Oktober 2011. radi saputro [Sumber: seputar-indonesia.com]
Share:
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) didirikan di Jakarta
pada tanggal 23 Juli 1998 (29 Rabiul Awal 1419 Hijriyah) dideklarasikan oleh para kiai-kiai Nahdlatul Ulama
KH. Munasir Ali, KH. Ilyas Ruchiyat, KH. Abdurrahman Wahid, KH. A. Mustofa Bisri dan KH. A. Muhith Muzadi