Selasa, 26 Juli 2011

Politik Dalam Panduan Aswaja

Sistem pemerintahan yang mendekati kriteria aswaja adalah sistem demokrasi, yaitu pemerintahan yang bertumpu kepada kedaulatan rakyat

Aswaja meliputi semua aspek kehidupan manusia dan memiliki sifat yang fleksibel dan moderat. Sikap inilah yang mampu membawa aswaja bisa diterima dalam setiap kurun waktu. Sejak awal, aswaja telah mengusung konsep Islam yang mengedepankan nilai kedamaian, harmoni, dan humanis. Konsep ini bisa menunjukkan sikap moderat dan toleran ketika berhadapan dengan arus peradaban umat manusia yang berbeda aliran, paham, bahkan agama sekalipun. Begitulah aswaja hadir dalam pergumulan multi dimensi peradaban manusia.

Saat ini, pembicaraan tentang wacana politik tampaknya mulai mengalami penurunan selera, walaupun realitas praktis perpolitikan di Indonesia masih tetap mewarnai negara. Muncul asumsi negatif tentang kontestasi politik di Indonesia yang telah mengendap dan terpatri dalam memori masyarakat. Ada anggapan bahwa politik adalah sesuatu yang kotor, yang hanya berorientasi pada perebutan kekuasaan, intrik-mengintrik, dan menghalalkan segala cara.

Dalam hal ini, patutlah kita menoleh pada weltanschaung aswaja dalam memandang politik. Hal ini penting bukan sekadar sebagai wacana, melainkan bisa menjadi ”panduan” dalam perilaku politik yang secara ideal sering dikatakan sebagai politik yang beradab.

Prinsip umum ajaran sosial politik Aswaja adalah sikap tawassuth, tawazun, taĆ­adul, tasamuh, dan al-qiyam bi al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah. Dengan prinsip ini, politik aswaja selalu mengambil sikap akomodatif, toleran, dan menghindari sikap ekstrem ketika berhadapan dengan spektrum sosial politik manapun. Prinsip-prinsip yang senantiasa dijaga keberadaannya dari generasi ke generasi. Inilah sisi moderat yang terus dikembangkan dan diperjuangkan dalam politik aswaja. Tak heran, moderatisme ini menjadi angin segar bagi kalangan NU untuk terus berpikir lebih progresif dalam berbagai bidang.

Deskripsi tersebut merupakan manifestasi dari prinsip tasamuh dan tawazun dari aswaja sebagai manhaj al-fikr. Pengejawantahan dari prinsip ini akan meliputi berbagai aspek kehidupan, baik itu perilaku individu yang bersifat sosial maupun dalam konteks privat sekalipun. Ini penting karena seringkali setiap tindakan atau sikap yang diambil dalam berinteraksi di dunia disisipi oleh kepentingan pragmatis sesaat dan selalu bertendensi pada keberpihakan yang tidak seharusnya.

Kedaulatan Rakyat

Prinsip tawassuth, yang berarti moderat, tidak ekstrem liberalis kiri atau fundamentalis kanan, misalnya, tercermin dalam sebuah konsep negara. Aswaja memang tidak memiliki konsep bentuk negara yang baku. Bagi aswaja, negara boleh berdiri atas dasar teokrasi, aristokrasi, demokrasi atau lainnya, asal mampu memenuhi kriteria yang harus dipenuhi sebuah negara.

Persyaratannya meliputi sejumlah aspek, seperti syura (musyawarah), al-’adl (keadilan), al-musawah (kesetaraan derajat), dan al-hurriyyah (kebebasan). Prinsip syura artinya negara harus mengedepankan jalan musyawarah dalam mengambil segala keputusan, kebijakan, atau peraturan. Al-’adl maksudnya negara wajib memberi rasa keadilan kepada masyarakat, tanpa terkecuali. Sementara, prinsip al-musawah dapat diartikan sebagai kesamaan status semua warga di hadapan negara, hukum, ataupun dalam memperoleh hak-haknya.

Sedangkan prinsip al-hurriyyah yang berarti negara wajib menciptakan dan menjaga kebebasan bagi warganya, dirumuskan dalam konsep al-ushulul khamsah (5 prinsip asasi manusia). Kelimanya mencakup hifdzhu an-nafs (menjaga jiwa), hifdzhu ad-din (menjaga agama), hifdzhu al-mal (menjaga harta benda), hifdzhu an-nasl (menjaga identitas asal-usul atau keturunan), dan hifdzhu al-’irdh (jaminan terhadap harga diri dan kehormatan). Bila kelima syarat tersebut tidak terpenuhi, maka gugurlah otoritas pemimpin sebuah negara.

Karena itu, konsep berdirinya negara (imamah) dalam aswaja tidaklah termasuk salah satu pilar (rukun) keimanan sebagaiman yang diyakini oleh Syiah. Hal ini berbeda dari Khawarij yang membolehkan komunitas umat Islam tanpa adanya seorang imam apabila umat itu sudah bisa mengatur dirinya sendiri. Dari beberapa syarat tersebut tidaklah terlalu berlebihan jika dikatakan bahwa sesungguhnya sistem pemerintahan yang mendekati kriteria aswaja adalah sistem demokrasi, sistem pemerintahan yang bertumpu kepada kedaulatan rakyat. Jadi, kekuasaan negara sepenuhnya berada di tangan rakyat sebagai amanat dari Allah.

Oleh : Marwan Ja'far, Ketua FPKB DPR RI

sumber: PKB Online
Share:
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) didirikan di Jakarta
pada tanggal 23 Juli 1998 (29 Rabiul Awal 1419 Hijriyah) dideklarasikan oleh para kiai-kiai Nahdlatul Ulama
KH. Munasir Ali, KH. Ilyas Ruchiyat, KH. Abdurrahman Wahid, KH. A. Mustofa Bisri dan KH. A. Muhith Muzadi

0 komentar:

Posting Komentar